expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Nomor 99




Nomor 99 










PROLOG
--------------


“Monyet loe, niat main kaga sih?!” Tejo memaki pemain tim lawan yang berpostur badan tinggi tegap dengan mata sipit yang memandang tajam kearahnya.
“Woi ngomongnya dijaga, tot!” Balas si sipit.


Tejo tidak puas, “Bangsat lu!!!” kembali ia memaki sambil bersiap melakukan aksi rusuh.
“Cukimai lah!” Kedua pemain tampak mulai saling dorong-mendorong. Wasit segera berlari mendekat dan menegur kedua pemain rusuh tersebut,”Kalian ini bikin malu aja ya, enggak liat tuh kearah penonton yang menilai kalian?”


Lontaran kata-kata kasar terus berlangsung, suasana semakin panas ditengah lapangan bola.
“Fuck you!” teriak Tejo sambil mengacungkan jari tengahnya kearah wasit. Sedetik kemudian ia dikeluarkan dari lapangan, alias diganjar kartu merah. Dengan langkah malas-malasan ia meninggalkan lapangan pertandingan, disertai seruan-seruan cemooh dari pemain tim lawan dan tim sendiri.


“Tejo, lu niat main ga sih?” Tanya Pak Hendro, guru olahraga SMA Blue Eagle.
Sambil menatap lawan bicaranya tajam, ia menjawab,”Diem lu anjing!”

Ruang ganti menjadi ramai seketika. Beberapa orang hendak membenamkan tinju di mulut Tejo. “Kenapa? Coba aja pukul!!! Gua ga takut, gua juga gabakalan lapor siapa-siapa kok, ayo hajaaarr!!!” Bentak Tejo, tanpa sadar muka Tejo memerah dan air matanya mengalir, dari saat pertandingan tadi hatinya dilanda perasaan stress berat karena gawangnya terus dibobol oleh tim lawan sebanyak 12 kali berturut-turut.


“Bhuakkk” Lantas ia melempar tas berisi baju gantinya ke belakang dengan keras tanpa peduli, dan lari meninggalkan ruang ganti.



Semua orang terpaku memandang kepergiannya, kecuali Pak Hendro yang meringis kesakitan. “Bapak kenapa pak?” Beberapa anak merasa khawatir menghampiri Pak Hendro.
“Saya gapapa, aduh….. tadi si Tejo sialan, dia lempar tas dia kena pas ke biji saya.” Pak Hendro menjawab sambil menampilkan ekspresi ngilu yang hebat. Antonyny, beck andalan tim Blue Eagle menghampiri sang pelatih, “Pak, mau saya bawain es buat kompres bagian yang sakit?”
“Udah-udah makasih, kamu niat bantu saya apa isengin saya sih?” Balas Pak Hendro kesal sambil cemberut.
“Aduh pak, apes banget ya kita hari ini, kalah 12-0 sama SMAN9999, ditambah lagi si Tejo mempermalukan tim kita yang udah malu-maluin.” Brandon berkata lesu kearahnya.

“Diam kamu!” Jerit Pak Hendro kesal.
Tiba-tiba handphonenya Brandon berdering kencang, memecah keheningan sejenak di ruang ganti. “Halo Bran!! Menang gak timloe?” Seorang teman baik Brandon yang bernama Jontiy menelponnya.

“Menang…. Menanggung malu iya!!”

“Wah kok bisa? Bukannya ada si Bowie di timlu?"

“Si Bowie bolos, alesannya ada turnamen CF!"

“Kalau si Wiranto?"

“Dia sibuk main ayodance!”

“Bah ampun satu tim sekolah elu gamer semua, striker main CF, beck main ayodance, si Budi kipernya gimana?”

“Ceritanya panjang Jon, si Budi cacad itu anak, dia bolos kata dia seragam bolanya digondol anjing tetangga trus ilang, jadi dia sibuk nyariin dan kagak ketemu-ketemu. Nah itu kiper cadangan tim gue, namanya Tejo. Dia lebih parah lagi, Jon! Lu pikir deh, masa ya tuh anak, si Tejo.. abis dia nangkep bola yang ditendang lawan dia masukin bolanya ke baju dia… trus dia lari ke gawang musuh.. sambil triak-triak, “Woi gue kaga hand!! Kaga hand! Gw ga sentuh bola pake tangan neh!” Satu lapangan speechless liat tu anak.. trus dikasi kartu kuning sama si wasit.”

“………………………………” Tidak ada suara yang terdengar dari lawan bicaranya di HP.

Brandon mengeraskan suaranya, “Jon? Loe denger gw cerita ga?”

“WawkoawkawkoawkoawkoKKWKAK … iya… ngakak gw dengerinnya, lanjut gan!”

“Terus si Tejo mulai deh aksi-aksi cacadnya. Pas nendang goalkick malah kena wasit, dikira si wasit sengaja. Disamperin dimarahin, diancam dikasi kartu merah. Ujung-ujungnya ada perang mulut diantara kedua tim, dan si Tejo…..”

“Kenapa Bran?”

“Dia “fak you” in si wasit"

“Wrawawkawkawkerakakwaka!!! Gaul gile itu anak, Bran!”






---------------------------------------------------------------------------------------------


14 Desember 2010, Training Camp Blue Eagle National Plus Plus School

Pagi hari ini, Tejo tentu saja bolos, ngambek karena dipermalukan kemarin. Suasana di lapangan bola indoor BE (Blue Eagle) cukup suram, tidak ada banyak percakapan antar pemain. Jerih payah mereka, latihan berbulan-bulan telah tersia-siakan karena beberapa pemain kunci yang bolos, ditambah si kiper cadangan, Tejo yang membuat onar. Diantara para pemain yang sedang pemanasan, berlari keliling lapangan, ada Brandon dengan wajahnya yang sedikit kotak, dengan ekspresi ngantuk. Rambutnya dibiarkan terurai kedepan menutupi mata, ala Andika Setiawan (Kangen Band),  Belakangan ini model rambut seperti itu sedang trend di kalangan anak muda.

“Brandon!!!!” Dari jauh Wiranto berseru keras.

“Oi, parah anjing!! kemarin kenapa gamasuk!!” Sahut Brandon sambil berhenti berlari, memandang Wiranto yang barusaja memasuki ruang indoor tersebut.

“Aduh sori banget, gue ditantang main audition sama si Noki! Dia bilang gw copz, gw gaterima dong! Kemarin gw abisin tuh bocah!”

Brandon menerjang kearah temannya itu, melancarkan sundulan kearah dadanya. “Bhuakk!!” Wiranto terjatuh keras kebelakang. “Asu! Kenapa loe cok?”

“Lo tau kaga? Sementara loe ngabisin bocah di audition ayodance, kemarin tim kita diabisin!!! 12-0 woi!” Teriak Brandon.

“Wah, itu kalo di dota namanya apa …kill gitu ya?” Wiranto tersenyum sambil balik bertanya.

“Bukan itu masalahnya, malu woi geblek !!!! Pak Hendro aja sampe sedih banget, kehilangan muka dia. Si Tejo…aduuuh kesel gua mikirin dia! Dia ngefakin si wasit!”

“Nani???!!! Boong loe! Si Budi mana? Kipernya kok si Tejo? Itu anak stress gimana mau main bola, kerjaannya tiap hari main pingpong mana bisa disuru main bola?” tanya Wiranto terkejut bukan main, ia tidak percaya akan keadaan ini. Dalam hati ia sedih, seharusnya ia hadir kemarin, mungkin keadaan akan membaik bila ia ada.

Brandon mengangguk melanjutkan, “Beneran, bisa gawat banget nih, tim sepakbola kita udah kalah 4 kali berturut-turut! Bisa jadi nanti ditutup nih klub bola kita, gadidaftarin lagi ke CUP antar sekolah!”

“Waduh, mau gakmau nih, kalau ga ada klub bola.. harus bikin klub audition atau klub dota, ahahaha! Seenggaknya kita ada kelebihan di satu bidang kan!” Balas Wiranto sambil tertawa.
Ekspressi Brandon berubah menjadi lesu, Memang malang sekali tokoh protagonis yang satu ini, bagaikan mutiara ditengah-tengah arang. Hanya dia yang sibuk memikirkan tim, sementara yang lain memikirkan “yang lain-lain”



--------------------------------------------------------------------------------------



Tejo duduk di bangku taman ditengah kompleks rumahnya yang besar, menekuk-nekukkan kedua telapak tangannya yang saling menindih. Ia menunggu seseorang yang amat ia butuhkan sekarang.
Yang ditungguinya adalah orang yang istimewa, orang yang dapat memberi solusi baginya disaat ia menemui jalan buntu. Ia memandang lurus kedepan, kearah pepohonan cemara hijau rimbun disepanjang jalan menuju ketaman. Samar-samar sosok lelaki bertubuh pendek terlihat berjalan menuju kearahnya. “Woi Tejo!!”

“Ah, dateng juga loe, Apung, gw nunggu sampe mau busuk tau ga?” Seru Tejo kesal.

“Yah cibe, loe tau ga restoran empek-empek gw rame banget hari ini, rada ribet gw mau keluar, disuru bantu ortu gw… setengah mati gw kesini ah!”

Tejo mengangguk sejenak lantas berkata lagi,” Yauda deh kamsia! Gua butuh bantuanlu buat ngajarin gue nangkep bola yg bener! Kemarin gw jadi kiper cacad abis dah! Beban di tim… malu gw.”

“Hmm gmana ya…” Apung menunduk, mencoba berpikir sejenak. “Setau gue sih dulu sebelum gw jadi tukang empek-empek….. pas gw jadi kiper di tim pertandingan antar RT….. gw pernah nangkis tendangan temen bokap gue, si om siapa itu…. Caranya gmana ya……..?”

“Langsung ke masalahnya Pung! Jangan nostalgia loe!” Seru Tejo kesal “Gue mau belajar ilmu tangan magnet!!! Ajarin gue Pung!”

“Oiyeh! Gini, loe mau belajar ilmu itu? Sene loe ikut gw ke restoran gw, bantu kerja…” Jawab Apung bersemangat.
Tejo menyeringitkan matanya, “Ngentot lu Pung! Serius gua”

“Eh cukimai! Loe mau diajarin kaga? Ngomong kasar banget siapa yang ngajarin si? Ini berhubungan sama latihan loe!” Balas Apung yang mulai tidak sabar.

Singkat cerita Tejo mengikuti Apung pergi ke restoran empek-empek di sudut kota yang cukup ramai. Keluarga si Apung segera menyambutnya dengan ramah.

“Eh si Tejo, lama ga keliatan… kemana aja?” Sapa adik perempuan Apung yang bernama Lenny.

“Oi..Len! Apa kabar… gw sibuk latian main bola nih stress gabisa apa-apa dilapangan…” jawab Tejo dengan nada lemas. Ia dipersilahkan duduk sejenak sambil menikmati hangatnya empek-empek kapal selam Palembang. Pengunjung restoran keluarga Apung hari itu tidak begitu banyak, namun tetap saja restoran itu berkesan ramai karena desain feng shui yang begitu cocok.

“Jo, lu mau tau ga… kenapa lu bisa abis kemarin?” Tanya Apung dengan tenang.

“Hah… maksudnya? Ya jelas aja karena gw gabiasa main bola, dan gabiasa jadi kiper… gua cuma seorang anak bego yang gagal masuk IPA dan IPS, akhirnya diterima dijurusan Bahasa walau dengan belaskasihan guru-guru disekolah… bakat gw ga ada, Pung!!” Teriak Tejo, sambil menggigit empek-empeknya dengan keras dan langsung menelan tanpa pikir panjang. “Uhok! Ohok!!” Ya… tentu saja Tejo segera tersendak…

Lenny menghampirinya sambil menyodorkan minum “Aduh… makannya pelan-pelan dong Jo!! Ini minum dulu”

Tejo segera meraihnya dan minum bagaikan kucing kehausan. “Aduh… sori… tadi kebawa emosi gw curhat…” “Oiya… sampai mana gw cerita?”

Apung menggeleng-gelengkan kepalanya, “Lu gausa cerita… gw uda tau lu kurang dimana…”

“Kurang apa?”

“Kurang beruntung…”

----------------------------------



BERSAMBUNG ke bagian satu ~

kemunculan beberapa junior legendaris, secercah sinar harapan di sekolah tanpa harapan....